www.sumbabaratkab.go.id Waikabubak, 23 Mei 2023. Kasus kekerasan terhadap anak dalam beberapa waktu terakhir terus bermunculan dengan berbagai modus. Fakta ini seakan tidak bisa memberikan ruang aman bagi anak untuk menikmati dunia dengan bebas dan bahagia. Praktik kejahatan kepada anak – anak terus berlanjut, memunculkan pertanyaan, dimanakah tempat yang aman bagi mereka? kepada siapa mereka harus berbagi? jika orang terdekat cenderung menjadi aktor utama. Hal ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk berupaya memberikan perlindungan bagi anak dan penanganan dampak terhadap korban kekerasan.
Data kasus kekerasan terhadap anak yang dirilis oleh Dinas Sosial kabupaten Sumba Barat menyebutkan bahwa 31 kasus berlangsung ditahun 2021, dan 19 kasus ditahun 2022. Salah satu faktor penyebab terjadinya kasus kekerasan terhadap anak adalah masalah ekonomi dalam keluarga dan keterbatasan literasi tentang gender. Upaya pemerintah mengatasi hal ini dengan menyediakan layanan Pusat Dukungan Keluarga atau Puspaga, sosialisasi perlindungan anak di komunitas, membentuk tim terpadu penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di komunitas, serta menyediakan shelter atau rumah Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) bagi korban kekerasan. Tim terpadu yang terbentuk sudah seharusnya merupakan tim yang terintegrasi dan sinergi dengan berbagai pihak, antara lain satuan pendidikan dan para stakeholder di tingkat komunitas. Terpaparnya warga sekolah tentang gender, menjadi langkah awal penyadaran tentang kesetaraan antara anak laki – laki dan perempuan untuk belajar menghargai kehadiran dan peranan dari setiap jenis kelamin diruang publik.
Memastikan peranan, keamanan dan kenyamanan anak diruang publik, Stimulant Institute bekerjasama dengan Dinas Pengendalian Penduduk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A), Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (DPKO) Sumba Barat melaksanakan pelatihan Gender dan mekanisme sistem pelaporan kasus kekerasan terhadap anak tingkat satuan Pendidikan (8-12/5). Tiga unit kerja, menjadi fasilitator dalam kegiatan ini. Pelatihan gender kepada guru dan manajemen sekolah bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga pendidik terkait kesetaraan laki – laki dan perempuan serta mendorong warga sekolah untuk dapat menerapkan prinsip kesetaraan dalam proses pembelajaran. Pelatihan ini menjangkau 59 tenaga pendidik dari 10 Sekolah Dasar (SD).
Untuk tidak menganggu waktu belajar peserta didik dan tugas fungsi guru, pelatihan dilakukan pasca jam belajar. Kepala sekolah SD Negeri Puu Weri, Frederika R. Rohy (P) menyampaikan “dibenak saya gender adalah keterwakilan perempuan dalam partai politik. Setelah pelatihan, akhirnya saya paham bahwa gender adalah cara pandang banyak orang terkait peran, tugas dan fungsi dari perempuan maupun laki – laki”.
Pernyataan lain dikemukakan oleh Marloyati (P) guru dari SDN Padedewatu “pertama kali saya mengiktui pelatihan gender. Cara menyampaikan materi, pemilihan bahasa dan metode yang digunakan memudahkan kami untuk cepat memahami tentang gender. Kaitannya dengan proses pembelajaran, ternyata saya belum menerapkan gender dengan tepat. Misalnya metode belajar bersama anak.”. Mengakhir perbincangan, Maryati mengucapkan terima kasih kepada Stimulant Institute yang telah menyelenggarakan pelatihan ini. “kalau tidak ada pelatihan gender, tentu kami tidak dapat memahami dan menerapkan gender dengan baik”.
Pasca pelatihan Gender, tenaga pendidik terlatih akan dilibatkan dalam pelatihan mekanisme sistem pelaporan kasus kekerasan terhadap anak. (PSI)