Pariwisata Paska Pandemik : Mengikuti Perjalanan Wisata sebuah keluarga Prancis di Sumba
DKIPS SUMBA BARAT
Industri pariwisata mulai menunjukkan pemulihan yang semakin cepat. Menurut Oranisai Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) bahwa pada triwulan pertama tahun 2022, kunjungan wistawan internasional mencapai 117 juta, atau 182 persen dibandingkan dengan triwulan pertama tahun 2021 yang hanya sebesar 41 juta. Di Indonesia pun, sesuai data dari Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) Januari-April 2022 mencapai 185.440 kunjungan, atau naik 350,09 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021 (Kompas, 28/6/2022). Tampaknya relaksasi demi relaksasi yang dilakukan pemerintah memberi telah berhasil membangkitkan kembali industry pariwisata yang mati suri selama dua tahun lebih.
Di Sumba Barat pun, belakangan ini, terlihat wisatawan dalam negeri maupun luar negeri mulai berdatangan ke Sumba. Walaupun hotel-hotel kecil, terkecuali Morika Inn, dan homestay masih kelihatan sepi, beberapa hotel berbintang mulai terisi kamar-kamarnya; bahkan Sanubari, salah satu hotel baru yang belum genap sebulan buka, 70% kamarnya sudah terisi. Beberapa agen wisata mengatakan bahwa kunjungan wistawan saat ini merupakan hasil bookingan sebelumnya yang tertunda akibat pandemi Covid-19. Tim DIKPS menggunakan kesempatan ini untuk memandu agar dapat mengetahui apa saja yang dilakukan sebuah keluarga Prancis selama kunjungan wisatanya ke Sumba dan apa di masa paska Covid-19.
Sebelum pandemi, Stevan, nama samaran, yang berkewarganegaraan Prancis telah membeli paket wisata dari sebuah agen di Lombok untuk berwisata ke Bali dan Lombok serta Sumba dan baru dapat datang ke Indonesia untuk liburan terntunda ini pada tanggal bulan Agustus 2022. Lima hari hari dari beberapa minggu kunjungan ke Indonesia, yakni 4 – 8 Agustus, akan dihabiskan Sumba Barat Daya dan Sumba Barat. Hari pertama dan terakhir mereka hanya di hotel sehingga hanya tiga hari mereka malakukan tour. Stevan bersama istri dan kedua putrinya memilih menginap di Mario Hotel di Sumba Barat Daya. Mario Hotel berlokasi di Pantai Mananga Aba dan menawarkan pelayanan yang berstandar internasional. Stevan mengatakan bahwa kolam renang dan view pantai merupakan dua hal yang jadi pertimbangan mereka menginap di hotel tersebut di samping harganya yang juga terjangkau.
Ke tempat mana dan apa saja yang dilakukan Stevan dan keluarganya selama di Sumba Barat Daya dan Sumba Barat?
Pada hari pertama, 5 Agustus, setelah dijemput pada jam 9, kami membawa keluarga Stevan mengungjungi Kampung Situs Wainyapu, Kampung Situs Ratenggaro, Pantai Pero, dan Kolam Alam Waikuri di wilayah Kodi. Tour berakhir pada jam 5 sore dan kami membawa Stevan dan keluarga kembali ke hotel. Pada tanggal 6 Agustus, kegiatan tour meliputi Hiking di Waikelo Sawa, makan siang di Pondok Daun Ubi, kunjungan ke Pasar Waikero, Kampung Tarung, serta Al Gadri Arshop dan kembali ke Hotel Mario. Aktivitas tour yang terakhir meliputi mandi di Air Terjun Lapopu, berkujung ke Kampung Adat Waigali, Wanokaka serta dan makan siang di Hotel Sanubari, Lamboya dan kembali ke Hotel Mario untuk ke Bali keesokan harinya.
Selama di kampung wisata, selain melihat rumah adat, kuburan megalitik, dan proses penenunan kain adat, serta berbelanja souvenir, Stevan dan keluarga juga berjalan-jalan di Pantai Wainyapu dan Ratenggaro, melihat pembuat batu kubur di pinggiran Pantai Wainyapu. Selian itu, mere menikmati pemandangan pantai pero dengan perahu nelayan yang berwarna-warni dan makan siang di Pantai Pero. Tampaknya, Danau Waikuri, Air Terjun Lapopu, serta Restoran Sanubari dengan pemandangan pantainya yang memukai merupaka tempat yang paling diminati keluarga ini.
Apa kendala yang dialami selama kunjungan?
Karcis masuk ke Kampung Ratenggaro cukup mahal yakni Rp 40.000 namun fasilitas toilet yang disediakan tidak memiliki air demikian wisatawan harus menggunakan toilet masyarakat setempat sewaktu berkunjung ke Kampung Adat Wainyapu. Di Waikleo Sawah, wisatawan di minta uang sebesar Rp 100,000 oleh pemandu setempat, uang parkir, dan masih ditagih uang oleh seorang yang mengaku membersihkan Air Terjun Waikacura semuanya tanpa karcis. Karcis masuk ke Air Terjun Lapopu sangat mahal untuk wisatawan manca negara, yakni Rp 150.000 per orang pada hari biasa dan Rp 225.000 pada hari libur. Ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan karcis untuk wisatawan nusantara yang hanya Rp 5.000 untuk hari biasa dan Rp 7.500 untuk hari libur. Stevan tidak terlalu keberatan dengan harga tiket ke Lapopu karena ia dan keluarga dapat menikmati kegiatan bererang di lokasi air terjun secara eksklusif karena tidak ada tamu lain pada saat berkunjung.
Apa kesan mereka setelah berkunjung ke Sumba
Stevan dan keluarga sangat menikmati kunjungannya ke Sumba dan berencana untuk datang lagi bersama keluarganya di waktu yang akan datang dengan perencanaan yang lebih matang untuk dapat menikmati lebih banyak tempat wisata di Sumba, khususnya wisata alam, seperti pantai dan air terjun serta track untuk hiking. Keluarganya berharap agar fasilitas sanitasi dapat dirawat dan prosedur masuk lokasi wisata dapat ditata sehingga wisawan merasa nyaman selama berkunjung. Stevan merasa pelayanan pemanduan sangat baik serta kendaraan yang digunakan, yakni Pajero Sport dan Innova, juga sangat nyaman. Nilai 8 dari 10 diberikan untuk pelayanan dan obyek-obyek wisata yang telah dikunjungi. Tim DKIPS.